Sumbawa – Kerusakan hutan di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

Wakil Ketua DPRD Sumbawa, Syamsul Fikri AR, menilai laju kerusakan hutan kini diperparah dengan lemahnya tindakan pengamanan hutan.

“Kondisi hutan kita sangat memprihatinkan. Dimana-mana gundul. Ini akibat minimnya aksi pengamanan hutan setelah kewenangan pengelolaan hutan diambil-alih oleh pemprov,” ungkap Syamsul Fikri, di Sumbawa Besar, Kamis (12/10).

Syamsul Fikri AR

Baca Juga:
Dukung Investasi, Demokrat Minta Pemkot Mataram Fokus pada Penduduk Usia Produktif

Hutan di Sumbawa mengalami deforestasi yang merata, dan sebagian besar wilayah hutan telah menjadi gundul. “Kita harus segera mengambil tindakan nyata bersama-sama,” desak Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumbawa ini.

Dia mendorong kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, TNI, dan Polri untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) pengamanan dan penanggulangan kerusakan hutan.

“Pemprov dan pemda harus membentuk satgas, misalnya, dengan mengalokasikan anggaran bersama atau berbagi anggaran,” ujarnya.

Baca Juga:
Bertahun-tahun Terbengkalai, Jalan TPU Karang Taliwang Kini Diperbaiki

Ancaman Jangka Panjang

Syamsul mengingatkan dalam 20 tahun terakhir lebih dari setengah kawasan hutan di Kabupaten Sumbawa telah lenyap. Saat ini, lebih dari 81 peresen hutan di Sumbawa diklasifikan rusak parah.

“Laju penyusutan hutan kita, misalnya di kawasan Ampang Plampang saja, setiap dua tahun kita kehilangan lebih dari 2.500 hektare hutan. Belum termasuk di kawasan Ampang Riwo, Orong Telu dan Brang Breh,” ujarnya.

Dia mengingatkan bahaya jangka panjang yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan ini. Selain rusaknya lingkungan, kerusakan hutan juga memengaruhi pola cuaca, menyebabkan kekeringan, panas, dan kekurangan air bersih.

Baca Juga:
IJU Siap Antar Prabowo Subianto Masuk ‘Sarang Rajawali’

Kondisi ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk ketersediaan air bersih dan menyebabkan banjir. “Selain perambahan, kerusakan hutan juga memicu banjir,” ungkap Syamsul Fikri.

Menurut penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perubahan tutupan vegetasi akibat perladangan liar ditambah topografi Sumbawa yang berbukit curam telah menyebabkan aliran air yang lebih cepat saat terjadi hujan.

Ancaman banjir menjadi semakin serius mengingat kondisi sungai dan bendungan yang dangkal akibat tingginya sedimentasi. “Nah, rusaknya tutupan lahan itu, sebagian besar air hujan mengalir dengan cepat ke wilayah hilir, tempat kita tinggal,” kata Syamsul Fikri.


Bagikan artikel ini:

PDNTB.id © 2024. All Rights Reserved.