Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat secara tegas menolak wacana penggunaan hak angket di DPR untuk mendalami dugaan kecurangan dalam Pemilu dan Pilpres 2024.
Herman Khaeron, Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) Partai Demokrat, menegaskan bahwa hak angket untuk pemilu tidaklah mendesak. Menurutnya, usulan hak angket seharusnya telah diajukan sejak awal.
“Hak angket bagi Fraksi Partai Demokrat saat ini tidaklah mendesak karena menghubungkannya dengan hasil pemilu tidaklah tepat,” ungkap Herman di kompleks parlemen pada Kamis (29/2).
Ia pun mempertanyakan apakah usulan hak angket masih didorong oleh pihak paslon capres 1 atau 3, khususnya jika salah satu dari mereka memenangi Pilpres. Herman mengingatkan bahwa hasil pilpres yang menghasilkan kemenangan untuk Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming adalah hasil dari suara rakyat.
Herman menegaskan bahwa hak angket hanya akan merendahkan suara masyarakat.
“Jika suara masyarakat didelegitimasi oleh elite politik melalui hak angket, itu merupakan degradasi terhadap suara masyarakat yang telah disalurkan dengan ikhlas melalui pemilu,” katanya.
Menurut Herman, sengketa pemilu seharusnya diselesaikan melalui lembaga yang sudah ada seperti Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi (MK). Ia yakin bahwa kemenangan Prabowo saat ini merupakan keinginan masyarakat.
“Iya, itu adalah fakta, itu adalah realitas,” tambahnya.
Wacana hak angket pertama kali diusulkan oleh capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, dan telah didukung oleh tiga partai pengusung Anies Baswedan. Jumlah fraksi yang mendukung wacana hak angket saat ini mencapai 314.
Namun, dari koalisi pengusung Prabowo-Gibran, terdapat 261 suara yang menolak wacana hak angket. Rinciannya, 85 kursi dimiliki oleh Golkar, 78 kursi oleh Gerindra, 54 kursi oleh Demokrat, dan 44 kursi oleh PAN.
Meskipun demikian, rencananya hak angket baru dapat digulirkan pada pembukaan masa sidang pada 5 Maret mendatang. Hak angket minimal harus diusulkan oleh 25 anggota dewan yang berasal dari lebih dari satu fraksi.